Beberapa Benih Cabe :
A. Cabe Keriting
1.Lado
#CabaikeritingLado
#cappanahmerah
#tokopertanian5758
2. Laba
#CabaikeritingLaBa
#cappanahmerah
#tokopertanian5758
3. Iggo
Hadir
untuk mengisi segmen cabai keriting, Iggo dengan sejumlah keunggulan
yang dimilikinya mampu membuat petani yang telah menanam, dan juga yang
melihatnya, kepincut. Bahkan, pedagang pun juga berebut untuk
mendapatkan ‘si merah hot’ ini.
Cabai
keriting satu ini memang masih baru dikenalkan kepada para petani di
sejumlah sentra cabai keriting di Indonesia. Salah satunya adalah di
kawasan pesisir selatan Yogyakarta, tepatnya di Kabupaten Kulonprogo,
yang memang sudah terkenal sebagai daerah utama penghasil cabai
keriting.
Meski
masih baru, varietas hibrida dengan nama Iggo ini hadir dengan sejumlah
keunggulan yang menjadi pembeda dari varietas keriting hibrida lain yang
lebih dulu ada dan ditanam petani setempat. Keunggulan tersebut tak
ayal membuat petani dan juga pedagang cabai merasa ‘jatuh cinta’ dengan
cabai ini.
Salah
satunya adalah Ratijo, petani sekaligus pedagang pengepul cabai di Desa
Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo. Dari pertama kalinya dikenalkan,
pria paruh baya ini sudah langsung yakin dan tertarik dengan performa
si keriting pedas tersebut.
“Iggo niku disenengi bakul (Iggo
itu disukai pedagang-red.). Pedagang-pedagang lokal seperti dari
Banjarnegara, Purwokerto, dan Yogya sini banyak yang suka dan rebutan,
bahkan pedagang yang biasa kirim ke Jakarta sering tidak kebagian
barang. Ya, karena sudah diambil pedagang eceran atau lokal itu,” ujar
Ratijo.
Menurut
Ratijo, para pedagang lebih menyukai Iggo karena karakter buahnya bagus
dan berkualitas. “Warnanya merah cerah, ukurannya agak besar, dan
lentur. Kalau buahnya lentur itu kualitasnya bagus, kuat dan tahan
simpan. Pek-pekane nggih penak, tapi lek kesenggol niku mboten ceblok (petikannya
itu mudah, tapi kalau tersenggol buahnya juga tidak mudah jatuh-red.),”
terangnya saat ditemui Abdi Tani di rumahnya.
Ratijo
sendiri sudah kedua kalinya menanam cabai keriting hibrida terbaru
produksi PT BISI International, Tbk. ini. Pertama kalinya mencoba, ia
menanam sebanyak 10 bungkus benih atau sekitar 24.000 tanaman. Lantaran
puas dengan hasil yang didapat, ia kembali menanam Iggo dengan jumlah
yang sama.
“Karena hasil yang pertama itu untungnya lumayan, jadi saya tanam lagi,” kata Ratijo seraya tersenyum lebar.
Ratijo
mengungkapkan, pengalaman pertamanya menanam Iggo tersebut telah
memberinya kesan yang berbeda hingga membuatnya semakin yakin untuk
kembali menanamnya. Saat itu, selain hasil panennya melimpah, harga jual
cabai juga cukup bagus.
“Waktu itu harganya lumayan bagus, sampai Rp30.000/kg. Oleh karena itu tanamannya saya rawat terus,” katanya.
Sejatinya,
cabai Iggo milik Ratijo saat itu sudah hampir habis pada periode bunga
pertama. Namun karena harga jual cabai terus merangkak naik, ia akhirnya
mencoba untuk kembali merawatnya dengan memberikan pupuk susulan.
Hasilnya pun di luar dugaannya, tunas dan bunga baru kembali
bermunculan.
“Batang
atasnya banyak yang kering, tapi muncul tunas-tunas baru di bagian
bawah dan terus berkembang dan berbuah. Buahnya juga tetap bagus dan
normal seperti bunga pertama dulu. Semuanya bisa masuk kelas A,
ukurannya panjang dan warnanya merah cerah,” terang Ratijo.
Menurutnya,
pendapatan dari membungakan cabai yang kedua kalinya tersebut, atau
petani setempat menyebutnya dengan istilah ‘entul’, justru lebih banyak
dibandingkan pada periode panenan yang pertama. “Karena harganya pas
tinggi, antara Rp28.000 hingga Rp30.000 per kilogram. Kalau periode
panen sebelum-sebelumnya kisaran harganya hanya Rp7.000 per kilogram,”
ujarnya.
Ratijo mengatakan, periode panen Iggo yang ditanamnya itu terbilang cukup lama. Entulnya
sendiri ia panen sampai harga kembali turun di harga Rp3.000/kg. “Kalau
dipelihara terus, umurnya bisa sampai setahun. Asalkan harganya masih
terus bagus,” katanya.
Dengan
periode panen yang cukup lama tersebut, produktivitas cabai keriting
hibrida Iggo milik Ratijo itu bisa mencapai lebih dari 2 kg per tanaman.
“Kalau dua kilo saya kira lebih, karena tanamannya sendiri masih terus
berbuah,” tegas Ratijo.
Tahan virus dan layu
Di
samping karakteristik dan kualitas buahnya yang bagus, keunggulan lain
dari Iggo yang disukai para petani adalah ketahanannya terhadap serangan
penyakit layu dan virus gemini alias virus kuning. “Tanamannya memang
lebih tahan dari layu. (Ketahanan) virusnya juga bagus. Meskipun
tanamannya menguning, tapi masih mau berbuah normal. Jumlah yang kena
kuning juga hanya beberapa tanaman saja,” ujar Ratijo.
Hal
yang sama juga diakui Sudiarto, petani penanam cabai Iggo di Glagah,
Temon. Menurutnya, sepanjang pengalamannya menanam cabai keriting ini,
permasalahan virus kuning ataupun serangan penyakit layu relatif lebih
aman.
“Menurut
saya masih aman-aman saja. Ada juga yang kena kuning, tapi sedikit
sekali. Bagusnya cabai ini, meski terkena kuning tapi masih mampu
berbuah,” kata Sudiarto yang saat ini menanam Iggo untuk yang kedua
kalinya sebanyak 9.500 tanaman dan sudah berumur 50 hari.
Meskipun
secara genetik Iggo sudah tahan dari serangan virus dan layu, petani
cabai seperti Ratijo dan Sudiarto juga tetap memberikan perlindungan
tambahan dengan melakukan penyemprotan pestisida sejak dini. “Untuk
antisipasi serangan jamur, saya semprot dengan fungisida Victory Mix
8/64WP saat berumur 20 hst sampai tanaman berbuah. Selain untuk mencegah busuk batang (Phytophtora investans), juga untuk mengantisipasi serangan pathek (anthracnose),” ujar Ratijo.
Sementara
menurut Andi Wahyono, pemulia tanaman cabai PT BISI, karakter Iggo yang
tahan terhadap serangan virus kuning dan layu membuat cabai keriting
ini juga memiliki kemampuan recovery atau pemulihan yang lebih baik. Sehingga meskipun terserang virus, tanamannya masih tetap mampu berbuah secara optimal.
“Upaya
pengendalian hama dan penyakit juga harus tetap dilakukan. Selain itu,
penggunaan pupuk nitrogen juga harus dikurangi. Sangat disarankan untuk
memberikan pupuk kalium (K), fosfat (P), dan unsur mikro seperti:
tembaga (Cu), besi (Fe), seng (Zn), dan kalsium (Ca),” terang Andi.
Sumber : tanindo.com
4. Kribo
5. Helix
Helix
Cocok ditanam di dataran rendah sampai menengah dan mudah perawatannya. Pertumbuhan tanaman kuat dan seragam, bentuk buah keriting dengan panjang ± 15.5 cm, diameter ± 0.7 cm, dan rasanya pedas. Umur panen ± 75 hari setelah pindah tanam, tahan penyakit Anthracnose buah dengan potensi hasil ± 20 ton/ha. Kebutuhan benih 100 - 150 g/ha.
6. Djitu
#CabaiKeritingDjitu
#matahariseed
#tokopertanian5758
7. Laju F1
#CabaikeritingLaju
#cappanahmerah
#tokopertanian5758
B. CABE RAWIT
1. Bara
Cabe rawit non-hibrida tipe C. Annuum non-hibrida, untuk dataran rendah
- tinggi, cabang banyak, genjah dan produktif. Buah tegak dan lebat,
warna buah hijau terang, mengkilap, sangat pedas, tahan layu bakteri.
Umur panen 115 - 120 HST, produksi 0,4 - 0,5 kg/tanaman, 9 - 10 ton/ha
#Cabairawitbara
#cappanahmerah
#tokopertanian5758